Hidup ini pada hakikatnya adalah ujian dari Allah SWT, kekayaan, kemiskinan, kematian, kesabaran,
musibah dan segala macam cobaan lainnya tidak akan lepas begitu saja dalam kehidupan seseorang.
Banyak kejadian tidak wajar yang diperlihatkan Allah kepada hambanya yang masih menghirup
udara segar sebagai bahan renungan dalam menjalani kehidupan fana ini.
Kadang, akal manusia tidak dapat menerimanya tetapi Allah Maha Kuasa. Semuanya bisa terjadi
dengan kehendaknya, seperti peristiwa nyata yang telah terjadi di daerah Cilincing Jakarta Utara
pada 23 Oktober 2000 silam, simak kisah nyata ini selengkapnya.
Sebut saja Parmin, tidak terasa sudah 11 hari melewati hari-harinya terbaring di Rumah Sakit, biar
sekali pun menginap di bangsal rumah sakit namun kondisi badannya masih tetap segar. Sebab, ada
penyakit yang menyerang badannya bukanlah penyakit yang kronis namun hanya sebuah bisul saja.
Bisul kecil yang bersarang di pinggulnya, membuatnya tidak bisa bergerak kemana-mana dan dokter
yang merawatnya mengatakan didalam tubuhnya tidak terdapat suatu penyakit.
Setelah dirasa cukup matang, akhirnya mata bisulnya dicabut. Biasanya, jika mata bisul dicabut
maka bekas lukanya akan mengeluarkan darah secara normal. Ternyata hal ini tidak berlaku padanya
malah Parmin mengeluarkan banyak darah merah. Hingga akhirnya dia berubah pucat dan parmin
pun pingsan karena terlalu mengeluarkan banyak darah.
Untuk menyelamatkan parmin, dokter menambahkan darah sampai sebelas kantong. "Darah nya
habis setelah dokter memberikan darah tambahan, suami saya akhirnya kembali jadi segar lagi"
itulah kata-kata dari istrinya parmin yang bernama Tikah. Tidak sedikit biaya yang sudah
dikeluarkan oleh keluarga untuk mengobati parmin dan karena tidak mempunyai biaya lagi untuk
perawatan akhirnya parmin pun dibawa pulang ke rumah.
Rupanya bisul itu belum benar-benar lenyap, badannya semakin kurus dan kini dia hanya menatap
langit-langit rumahnya sambil tergeletak di sebuah ranjang. Untuk memenuhi keperluan anak-anak
dan suaminya, tikah bekerja pada sebuah perusahaan sebagai penjahit baju. Hari terus berlalu, empat
puluh hari sudah parmin menikmati rumahnya dengan perawatan yang penuh kasih sayang dari
anggota keluarganya.
Seperti biasa, selepas solat subuh dan setelah menyiapkan kebutuhan keluarganya, tikah lalu
bergegas berangkat untuk kerja. Dia meminta ijin suaminya yang masih terbaring ditempat tidur dan
terlihat sehat secara fisik, meskipun badannya semakin kurus. Pagi itu tidak ada tanda-tanda akan
terjadi suatu peristiwa terhadap parmin.
Sekitar jam 4 sore, tepatnya hari senin tiba-tiba parmin menghembuskan nafas terakhirnya. Waktu itu
hanya ada satu orang anak laki-laki kesayangannya yang bernama Rudi. Dia menjadi saksi kematian
ayahnya dan sementara tikah masih berada ditempat kerja. Dia pun akhirnya dijemput oleh salah
seorang kerabatnya. Menurut rudi, ayahnya menutup mata dengan mudah dan tidak menemui
kesulitan namun ada beberapa kata yang diucapkannya sebelum meninggal.
"Dosa baba (bapak) ama emak (ibu) banyak, waktu masih muda emak sering ditinggal dan baba
sering kawin. Baba malu kalau mau pulang, soalnya nyakitin emak mulu. Tapi emak sabar banget..."
ucap rudi kepada ibunya, menirukan ucapan terakhir ayahnya. Seketika berita kematian parmin
menyebar luas ke telinga masyarakat. Layaknya orang yang mendapat musibah, para tetangga
melayat dan pada berdatangan ke rumah tikah untuk menunjukan rasa duka yang mendalam.
Sebagian ada yang mengaji dan sebagian ada yang sedang menyiapkan segala keperluan yang
dibutuhkan untuk proses pengurusan jenazah.
Dikampung tersebut solidaritas masyarakat masih sangat tinggi. Semua anggota keluarga sudah
berkumpul namun sayang anak laki-laki pertama almarhum belum juga datang karena tidak bisa
dihubungi. Kabarnya dia bekerja sebagai sopir disalah satu kantor dan menurut teman kantornya,
Wandi sedang keluar.
Sinar matahari sudah mulai menghilang, sebentar lagi malam segera menjelang. Setelah melalui
rapat intern yang melibatkan beberapa tokoh masyarakat. Akhirnya dari pihak keluarga sepakat
untuk memakamkan jenazahnya besok pagi dengan pertimbangan menunggu anak tertuanya agar
bisa melihat wajah ayahnya untuk terakhir kalinya.
Jam 9 malam, anak yang ditunggu akhirnya datang juga. Isak tangis keluarga mewarnai sunyinya
malam dan memecahkan kebekuan. Suasana rumah tikah kelihatan ramai meskipun sedang
diselimuti kesedihan. Jenazah parmin terbujur kaku diatas ranjang yang terdapat diruang depan
sambil kedua tangannya diletakan di atas dadanya.
Kakinya lurus dan badannya ditutupi sehelai kain, masyarakat terus datang silih berganti dan terlihat
beberapa orang masih membaca surat yasin tanpa henti. Sementara yang lainnya duduk sambil
mengobrol di teras rumahnya. Jarum jam terus berputar, malam semakin larut dan hari telah berganti.
Sekitar jam 2 dini hari, tanpa diduga rumah tikah menjadi ribut. Orang yang sedang mengaji di
sekeliling jasad almarhum berlari keluar rumah. Tetangga yang menunggu jenazah parmin pun ikut
berhamburan.
Kisah Nyata Jenazah Membesar Part 1